Sabtu, 15 Juni 2013

Seminar untuk Negeri Sinari Indonesia Tanpa Asap Rokok

Regulasi Pertembakauan Indonesia

          Melihat lebih jauh terkait jauh dari perspektif kesehatan masyarakat Indonesia tentu sudah jelas konsekuensi negatifnya, baik dalam konteks individual maupun komunal. Ironisnya,jumlah orang yang mengkonsumsi rokok semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut terlihat dari produksi rokok yang hanya sekitar 30 miliar batang pada tahun 1970-an menjadi 240 miliar atau naik sekitar 800% pada tahun 2009. Kemudian, pada tahun 1995 pecandu rokok hanya 27%, namun 15 tahun kemudian meningkat drastis menjadi 34% atau setara dengan 80 juta jwa yang menjadi korban dari permainan industri rokok. Artinya, satu dari tiga orang di Indonesia adalah perokok (Riskesdas, 2010). Melambung tingginya angka ini menjadikan Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan jumlah perokok terbanyak setalah China dan India. Sungguh sangat memprihatinkan.

          Riset Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada tahun 2006 pun memperlihatkan pola peningkatan serupa. Terdapat 24,5% buyung dan 2,3%(usia 13-15 tahun) upik Indonesia perokok. Belum lagi rata-rata tarif cukai rokok di Indonesia tahun 2010 sangat jauh lebih rendah, yaitu hanya sekitar 46% dibandingkan dengan negara Thailand (75%) dan Bangladesh (63%). Semua fenomena tersenut jelas menggambarkan bagaimana mirisnya kondisi kesehatan masyarakat Indonesia. Bukan hanya itu, dibalik fenomena tersebut pihak industri rokok sedang bersenang-senang menikmati keuntungan yang sangat berlimpah dari pera konsumen rokok. Sepertinya Indonesia akan menjadi surga bagi industri rokok, namun menjadi sampah nikotin dunia dan jeruji besi bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi mereka yang sudah terjerat katanya ‘kenikmatan’ rokok yang notabene hanya sepercik ‘fatamorgana’.

          Pihak industri rokok menggunakan berbagai macam cara untuk mempertahankan status quo-nya di Indonesia. Melalui berbagai inovasi dan metode kreatif produk tembakau bernama rokok terus dilakukan dan dipromosikan kepada masyarakat, terutama anak-anak muda. Saat ini banyak tools media yang mereka gunakan antara lain lewat music, film, dan berbagai hal lain.

          Di Indonesia, jumlah biaya konsumsi tembakau tahun 2005 yang meliputi biaya langsung di tingkat rumah tangga dan biaya tidak langsungnya karena hilangnya produktifitas akibat kematian dini, sakit dan kecacatan adalah US $ 18,5 Milyar atau Rp. 167,1 Triliun. Jumlah tersebut adalah sekitar 5 kali lipat lebih tinggi dari pemasukan cukai sebesar Rp. 32,6 Triliun atau US $3,62 Milyar tahun 2005 (1US =Rp. 8.500).

          Bercermin kembali dengan Indonesia, bumi pertiwi lita jelas terusik dengan keberadaan industri rokok dan merebaknya produk rokok di seantero jagad nnusantara ini. Namun jika kita menganalisis lebih jauh, memilah kejadian terkait hal ini satu per satu, maka akar dari permasalahan ini adalah belum adanya regulasi yang tegas dan mengikat terkait hal ini disamping melemahnya pilitical will dari pemerintah kita yang entah sebanarnya berpihak kepada siapa.

          Para aktivis anti rokok, LSM, dan mahasiswa tidak lantas diam dengan hal ini. Mereka terus mendorong pemerintah untuk akhirnya membentuk regulasi segera untuk menekan dan mengandalikan produk tembakau berupa rokok yang mengancam kesehatan masyarakat secara holistik. Dengan tekanan dan berbagai tarik kepentingan yang ada, akhirnya Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 mengenai Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan telah disahakan desember 2012 lalu. Sosialisasi peraturan ini baru dimulai dilaksanakan, pencerdasan pada masyarakat masih gencar dilakukan. Peraturan ini dianggap sebagai langkah awal pengendalian tembakau di Indonesia untuk peningkatan status kesehatan masyarakat.

          Sayangnya tiba-tiba muncullah RUU Pertembakauan yang masuk ke dalam Prolegnas 2013 tanpa kejelasan siapa yang mengajukan. RUU Pertembakauan ini disinyalir sebagai titipan dari industri rokok asing yang ingin menjagal regulasi pengendalian tembakau di Indonesia. Masuknya RUU Pertembakauan ini tanpa dilengkapi naskah akademik dan tanpa konsideran (payung hukum) apapun, semakin menguatkan kecurigaan mengenai kecurangan yang mungkin terjadi. Mengapa RUU yang tidak memiliki naskah akademik dan payung hukum yang jelas  bisa mudah masuk ke dalam prolegnas dalam waktu yang sangat singkat?. Sedangkan RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan (RUU PDPTK) yang telah diajukan sejak 2006 masi berada di “daftar tunggu” meskipun awalnya RUU PDPTK disetujui oleh semua fraksi di DPR.

          Substansi RUU Pertembakauan yang misterius ini sarat dengan masalah. Mulai dari judulnya saja telah banyak yang mengandung pertannyaan. Judul “Pertembakauan” seharusnya membahas masalah pertembakauan dari sektor hulu sampai hilir, sayangnya RUU ini hanya membahas mengenai perindustrian dan perniagaan tembakau dengan mengesampingkan aspek kesehatan. Bahkan, RUU Pertembakauan ini berusaha menghapuskan pasal-pasal daaalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur mengenai pengendalian zay adiktif. Padahal, pasal-pasal tersebut merupakan payung hukum PP No. 109 tahun 2012. Jelas, kesehatan Indonesia sedang diancam oleh RUU Pertembakauan ini.

          Bukan hanya kesehatan, RUU Pertembakauan ini juga akan merugikan petani tembakau dan industri rokok lokal. Peraturan impor tembakau yang sangat longgar akan semakinmenekan kesejahteraan petani tembakau. Masalah pertembakauan tidak hanya menjadi masalah kesehatan, tetapi juga berdampak pada ekonomi dan kualitas SDM (mengancam investasi) untuk pembangunan bangsa Indonesia ke depan.

          Berawal dari upaya ratifikasi FCTC (Framework Convention Tobacco Control) yang belum juga diratifikasi sampai saat ini, hilangnya pasal tentang rokok pada Undang-Undang Kesehatan, RUU PDPTK yang saat ini masih diendapkan, kemudian terbit PP No.109 Tahun 2012 namun terancam oleh hadirnya RUU pertembakauan di prolegnas 2013. Hal ini jelas menunjukkan bahwa bangsa ini tidak benar-benar serius ingin melindungi warga negaranya dari ancaman dampak dan bahaya rokok. Negara ini lebih senang rakyatnya membeli dan konsumen langganan industri rokok agar petinggi dapat menikmati hasilnya dan rakyat miskin harus terhimpit candu rokok.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar