Minggu, 30 Juni 2013
Seminar Security Cloud Computing
Seminar
Cloud Computing
Speaker :
Alfons Tanujaya
Rapid Development of ICT
(Information Communication Technology)
(Information Communication Technology)
From LAN, WAN to CC
Cloud Computing
•
Software as
a Service (SaaS)
•
Platform as
a Service (PaaS)
•
Infrastructure
as a Service (IaaS)
•
Storage as
a service (SaaS)
•
Communications
as a service (Caas)
•
Network as
a service (NaaS)
•
Monitoring
as a service (MaaS)
XaaS (anything as a
service)
» Anything/Everything as a service (XaaS)
»
The acronym refers to an increasing number of
services that are delivered over the Internet rather than provided locally or
on-site.
•
XaaS is the
essence of cloud computing
User vs Provider
Understanding Risk is
Important
Two Sides of Technology
Seminar Membuat game dan bisnis Game Online
Speaker :
Kama Aditya
From :
Digital Eight
Kenapa digital eight membuat game?
Karna sebenarnya semua orang gamer
dan mayoritas orang di Indonesia baik anak-anak,remaja,orang dewasa bermain
game.
Dalam pembuatan game dibutuhkan :
1. Game
designer.
Contohnya : Manticore.
2. Publisher.
Yaitu yang mengurusi untuk urusan marketing, bisnis,
dan distribusinya.
Contohnya : Digital Eight.
Apa saja yang dilakukan game
designer :
1. Ada yang
khusus membuat tampilan game, baik visual, gaya, sampai dengan layout
interface.
2. Membuat
dunia di dalam game, design karakter, animasi 2D dan atau 3D.
3. Membuat
game mekanik, game rule, backgroud story.
Apa saja yang dibututhkan untuk
menjadi game designer ?
1. Pendidikan.
Bisa belajar di saat perkuliahan.
2.
Bisa belajar ototdidak dari seminar dan membaca
buku.
3.
Adanya dorongan,yaitu adanya motivasi untuk membuat
game tersebut.
4.
Harus bisa bekerja dengan tim.
5.
Harus bisa bekerja dengan tenggang waktu yang
sempit, bekerja dalam tekanan, bekerja keras baik fisik maupun mental.
Industri
Game dari Sisi Developer
2 jenis
perusahaan game
1.
Game Publisher
Tugasnya yaitu :
·
Melihat peluang bisnis.
·
Berhubungan dengan end user.
·
Memiliki jaringan distribusi.
·
Membangun brand.
Selasa, 25 Juni 2013
Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus
A.
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI
1. Pengertian Reformasi
Makna Reformasi secara etimologis
berasal dari kata reformation dari akar kata reform, sedangkan secara harfiah
reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata
ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan pada format
atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang di cita-citakan rakyat.
Reformasi juga di artikan pembaharuan dari paradigma, pola lama ke paradigma,
pola baru untuk memenuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan.
2. Syarat-Syarat Dilakukannya Reformasi
Untuk melakukan reformasi, ada beberapa syarat yang
harus terpenuhi, yaitu:
a.
Adanya suatu
penyimpangan.
b.
Berdasar pada
suatu kerangka struktural tertentu.
c.
Gerakan
reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi.
d.
Reformasi
dilakukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik
e. Reformasi
dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan
Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Tujuan Reformasi
Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Melakukan perubahan secara serius dan
bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara;
2. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan,
termasuk perundangan dan konstitusi yang menyimpang dari arah perjuangan dan
cita-cita seluruh masyarakat bangsa;
3. Melakukan perbaikan di segenap bidang
kehidupan baik politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan;
4. Menghapus dan menghilangkan cara-cara hidup
dan kebiasaan dalam masyarakat bangsa yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan
reformasi, seperti KKN, kekuasaan sewenang-wenang atau otoriter, penyimpangan,
dan penyelewengan yang lain.
4. Peranan Pancasila sebagai paradigma
reformasi
Inti
reformasi adalah memelihara segala yang sudah baik dari kinerja bangsa dan
negara dimasa lampau, mengoreksi segala kekurangannya,sambil merintis
pembaharuan untuk menjawab tantangan masa depan. Pelaksanaan kehidupan
berbangsa dan bernegara masa lalu memerlukan identifikasi, mana yang masih
perlu pertahankan dan mana yang harus diperbaiki.
Pancasila
yang merupakan lima aksioma yang disarikan dari kehidupan masyarakat Indonesia
jelas akan mantap jika diwadahi dalam sistem politik yang demokratis, yang
dengan sendirinya menghormati kemajemukan masyarakat Indonesia. Pemilihan umum,
salah satu sarana demokrasi yang penting, baru dipandang bebas apabila
dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Peranan Pancasila dalam era
reformasi harus nampak sebagai paradigma ketatanegaraan, artinya Pancasila
menjadi kerangka pikir atau pola pikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai
Dasar Negara. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini
berarti bahwa setiap gerak langkah bangsa dan negara Indonesia haru selalu
dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Sebagai negara hukum
setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat, maupun dari pejabat-pejabat dan
jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum yang jelas. Jadi hukum yang dibentuk
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
4.1 Gerakan Reformasi
Pada pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini, bangsa
Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang hebat, sehingga menyebabkan stabilitas
ekonomi makin ambruk dan menyebar luasnya tindakan Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme pada hampir semua instansi pemerintahan serta
penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang para petinggi negara yang membuat rakyat
semakin menderita.
Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi
negara dan aparat pelaksana negara digunakan sebagai alat legitimasi politik,
semua tindakan dan kebijakan mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya tindakan
dan kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila.
Klimaks dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional,
sehingga muncullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa,
cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanyaReformasi di
segala bidang terutama bidang hukum, politik, ekonomi, dan pembangunan.
Awal dari gerakan Reformasi bangsa Indonesia, yakni dengan mundurnya
Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian digantikan oleh Prof.
Dr. B.J Habibie. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi
Pembangunan. Dalam pemerintahan Habibie, melakukan reformasi secara menyeluruh
terutama pengubahan pada 5 paket UU. Politik tahun 1985, kemudian diikuti
dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum sehingga perlu
diwujudkan UU Anti Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU
Usaha Kecil, UU Bank Sentral, UU Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan Buruh,
dan lain sebagainya (Nopirin dalam Kaelan, 1998:1). Dan dengan demikian,
reformasi harus juga diikuti reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta
reformasi pada pemerintahan.
Susunan DPR dan MPR harus mengalami reformasi yang dilakukan melalui
Pemilu. Reformasi terhadap UU Politik harus dapat menjadikan para elit politik
dan pelaku politik bersifat demokratis, yang mau mendengar penderitaan
masyarakat dan mampu menjalankan tugasnya dengan benar.
a. Gerakan Reformasi dan
Ideologi Pancasila
Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan makna dari
sebuah kata Reformasi, yang saat ini menimbulkan gerakan yang
mengatasnamakan Reformasi, padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan
pengertian dari Reformasi. Contohnya, saat masyarakat hanya bisa menuntut dan
melakukan aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya terjadilah pengerusakan fasilitas
umum, sehingga menimbulkan korban yang tak bersalah. Oleh karena itu dalam
melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus tahu dan paham akan pengertian
dari reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan reformasi sesuai dengan
tujuan reformasi tersebut.
Secara harfiah reformasi memiliki makna yaitu suatu gerakan
untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang
untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai
ideal yang dicita-citakan rakyat (Riswanda dalam Kaelan, 1998).
b. Pancasila sebagai Dasar
Cita-cita Reformasi
Pancasila merupakan dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak diletakkan pada
kedudukan dan fungsinya. Pada masa orde lama pelaksanaan negara mengalami
penyimpangan dan bahkan bertentangan dengan Pancasila. Presiden seumur hidup
yang bersifat diktator. Pada masa orde baru, Pancasila hanya sebagai alat
politik oleh penguasa. Setiap warga yang tidak mendukung kebijakan penguasa
dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Oleh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam kerangka
Pancasila, sebagai landasan cita-cita dan ideologi negara Indonesia, agar tidak
terjadi anarkisme yan menyebabkan hancurnya bangsa dan negara
Indonesia.
5. Reformasi dengan paradigma pancasila
Setiap sila mempunyai nilai dalam paradigma reformasi,
yaitu:
a. Reformasi yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, gerakan reformasi berdasarkan pada
moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan yang baik sebgai manusia
makhluk tuhan.
b.Reformasi yang
berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, gerakan reformasi
berlandaskan pada moral kemanusiaan sebagai upaya penataan kehidupan yang penuh
penghargaan atas harkat dan martabat manusia
c. Reformasi yang
berdasarkan nilai persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus menjamin tetap
tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.
d. Reformasi yang
berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan rakyat sebagai subjek dan
pemegang kedaulatan.
e. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Artinya, gerakan reformasi harus memiliki visi yang
jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
6. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam era reformasi akhir-akhir ini, seruan
dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan
karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan
tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan.
Agenda yang lebih konkrit yang diperjuangkan oleh para reformis yang paling
mendesak adalah reformasi bidang hukum.
Hal ini berdasarkan
pada suatu kenyataan bahwa setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya
kekuasaan Orde Baru, salah satu sub system yang mengalami kerusakan parah
selama Orde Baru adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun
penegakkannya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan,
kerakyatan, serta keadilan. Sub-sistem hukum nampaknya tidak mampu menjadi
pelindung bagi kepentingan masyarakat dan yang berlaku hanya bersifat
imperative bagi penyelenggara pemerintahan.
a. Pancasila sebagai Sumber
Nilai Perubahan Hukum
Pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berpikir, sumber nilai
serta sumber arah penyusunan dan perubahan hukum positif di Indonesia.
Pancasila berfungsi sebagai paradigma hukum terutama dalam kaitannya berbagai
macam upaya perubahan hukum, atau Pancasila harus merupakan paradigma dalam
suatu pembaharuan hukum. Agar hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan
masyarakat maka hukum harus senantiasa diperbaharui agar aktual atau sesuai
dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayaninya dan dalam
pembaharuan hukum yang terus menerus tersebut Pancasila harus tetap sebagai
kerangka berpikir, sumber norma dan sumber nilai-nilainya.
Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif.
Dengan fungsi regulatifnya Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang
memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang
diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya itu
sendiri.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian. Pertama, sumber formal hukum,
yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum. Kedua,
sumber material hukum, yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau
suatu isi suatu norma hukum. Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan
perundang-undangan Indonesia yang tersusun secara hierarkis. Selain sumber yang
terkandung dalam Pancasila reformasi dan pembaharuan hukum juga harus bersumber
pada kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat terutama dalam wujud
aspirasi-aspirasi yang dikehendakinya. Oleh karena itu, dalam reformasi hukum
dewasa ini selain Pancasila sebagai paradigma pembaharuan hukum yang merupakan
sumber norma dan sumber nilai, terdapat unsur pokook yang justru tidak kalah
pentingnya yaitu kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat.
b. Dasar Yuridis Reformasi
Hukum
Reformasi hukum harus konsepsional dan konstitusional, sehingga reformasi
hukum memiliki landasan dan tujuan yang jelas. Dalam upaya reformasi hukum
dewasa ini telah banyak dilontarkan beerbagai macam pendapat tentang aspek apa
saja yang dapat dilakukan dalam perubahan hukum di Indonesia, bahkan telah
banyak usulan untuk perlunya amandemen atau kalau perlu perubahan secara
menyeluruh terhadap pasal-pasal UUD 1945. Berdasarkan banyaknya aspirasi yang
berkembang cenderung ke arah adanya amandemen terhadap pasal-pasal UUD 1945
bukannya perubahan secara menyeluruh namun hendaklah dipahami secara obyektif
bahwa bilamana terjadi perubahan seluruh UUD 1945 maka hal itu tidak menyangkut
perubahan terhadap pembukaan UUD 1945, karena pembukaan UUD 1945 berkedudukan
sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Oleh karena itu, apabila merubah
pembukaan dari UUD 1945 maka sama halnya membubarkan negara Indonesia. Seluruh
perubahan maupun produk hukum di Indonesia haruslah didasarkan pada pokok-pokok
pikiran yang yang tertuang dalam Pancasila yang hakikatnya merupakan cita-cita
hukum dan merupakan esensi dari sila-sila Pancasila.
Dasar yuridis Pancasila sebagai reformasi hukum adalah Tap
No.XX/MPRS/1966, yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses
penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nila-nilai Pancasila dan
secara eksplisit dirinci tata urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
7. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan sumber nilai system politik
Indonesia dalam pembukaan UUD’45 alenia IV, jika dikaitkan dengan alenia II,
dasar politik ini menunjukkan bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat
Indonesia. Namun dalam kenyataannya nilai demokrasi ini pada masa Orla dan Orba
tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Reformasi politik pada dasarnya berkenaan
dengan masalah kekuasaan yang memang diperlukan oleh negara maupun untuk
menunaikan dua tugas pokok yaitu memberikan kesejahteraan dan menjamin keamanan
bagi seluruh warganya. Reformasi politik terkait dengan reformasi dalam
bidang-bidang kehidupan lainnya, seperti bidang hukum, ekonomi, sosial budaya
serta hakamnas. Misalnya, dalam bidang hukum, segala kegiatan politik harus
sesuai dengan kaidah hukum, oleh karena itu hukum harus dibangun secara
sistematik dan terencana sehingga tidak ada kekosongan hukum dalam bidang
apapun. Jangan sampai ada UU tetapi tidak ada PP pelaksanaanya yang sering kita
alami selama ini.
8. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Sistem ekonomi Indonesia pada masa Orba
bersifat birokratik otoritarian. Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini
diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip
kesejahteraan bersama yang kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan
sekelompok kecil orang. Maka dari itu perlu dilakukan langkah yang strategis
dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
B. PANCASILA SEBAGAI KEHIDUPAN KAMPUS
1. Aktualisasi
pancasila
Aktualisasi berasal dari
kata aktual, yang berarti betul-betul ada, terjadi, atau sesungguhnya,
hakikatnya. Dimana pancasila memang sudah jelas berdiri di Negara Indonesia
sebagai dasar Negara dan ideologi Negara. Aktualisasi Pancasila adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila benar-benar
dapat tercermin dalam sikap dan perilaku seluruh warga negara mulai dari
aparatur dan pimpinan nasional sampai kepada rakyat biasa.
2. Tridarma
Perguruan Tinggi
Peranan perguruan tinggi dalam usaha pembangunan mempunyai tugas
pokok menyelenggarakan pendidikan dan pegajaran di atas perguruan tingkat
menengah berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia dengan cara ilmiah yang
meliputi: pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, yang disebut Tri Darma Perguruan Tinggi
Perlu diketahui, bahwa pendidikan tinggi sebagai institusi dalam
masarakat bukanlah merupakan menara gading yang jauh dari kepentingan
masyarakat, melainkan senantiasa mengembangkan dan mengabdi kepada masarakat.
Maka menurut PP. No. 60 Th. 1999, bahwa Perguruan Tinggi mempunyai 3 tugas
pokok, yaitu:
a.
Pendidikan
tinggi
b.
Penelitian
c.
Pengabdian
terhadap masyarakat
Jadi, di Perguruan Tinggi atau yang biasa disebut dengan kampus,
tidak hanya mengajar akan tetapi mendidik. Dimana dengan didikan tersebut
mahasiswa akan lebih didampingi baik secara intelektual dan emosional. Contoh
umumnya adalah bagaimana cara mahasiswa bergaul dalam sehari-hari mereka dengan
berpedoman pada pancasila.
3. Budaya
akademik
Budaya merupakan nilai yang dilahirkan oleh warga masyarakat yang
mendukungnya. Budaya akademik merupakan nilai yang dilahirkan oleh masyarakat
akademik yang bersangkutan. Masyarakat
akademik di manapun berada, hendaklah perkembangannya dijiwai oleh nilai budaya
yang berkembang di lingkungan akademik yang bersangkutan. Suatu nilai budaya
yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja sama, santun, mencintai
kemajuan ilmu dan teknologi, serta mendorong berkembangnya sikap mencintai
seni.
Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki
ciri khas tersendiri disamping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari
suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan luas. Oleh
karena itu masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah
yang merupakan pokok dari aktivitas perguruan tinggi.
4. Kampus
Sebagai Pengembangan Hukum Dan HAM
Kampus merupakan wadah kegiatan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat, sekaligus merupakan tempat persemaian dan perkembangan
nilai-nilai luhur. Selain itu, Kampus merupakan wadah perkembangan nilai-nilai
moral, di mana seluruh warganya diharapkan menjunjung tinggi sikap yang
menjiwai moralitas yang tinggi dan dijiwai oleh pancasila.
Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar
mengamalkan budaya akademik. Masarakat kampus wajib senantiasa bertanggung
jawab secara moral atas kebenaran obyektif, bertanggung jawab terhadap
masarakat bangsa dan negara, serta mengabdi pada kesejahteraan kemanusiaan.
Oleh karena itu sikap masarakat kampus tidak boleh tercemar oleh
kepentingan-kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia.
5. Kampus
Sebagai Sumber Pengembangan Hukum
Dalam
rangka bangsa Indonesia melaksanakan reformasi dewasa ini suatu agenda yang
sangat mendesak untuk mewujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan
peraturan perundang- undangan. Negara indonesia adalah negara yang berdasarkan
hukum, oleh karena itu dalam rangka melakukan penataan Negara untuk mewujudkan
masyarakat yang demokratis maka harus menegakkan supremasi hukum. Agenda
reformasi yang pokok untuk segera direalisasikan adalah untuk melakukan
reformasi dalam bidang hukum. Konsekuensinya dalam mewujudkan suatu tatanan
hukum yang demokratis, maka harus dilakukan pengembangan hukum positif.
Sesuai dengan tatib hukum Indonesia dalam rangka pengembangan
hukum harus sesuai dengan tertib hukum Indonesia. Berdasarkan tatib hukum
Indonesia maka dalam pengembangan hukum positif Indonesia, maka falsafah negara
merupakan sumber materi dan sumber nilai bagi pengembangan hukum. Hal ini
berdasarkan Tap No. XX/MPRS/1966, dan juga Tap No. III/MPR/2000. namun perlu
disadari, bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum dasar nasional, adalah sumber
materi dan nilai bagi penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Dalam penyusunan hukum positif di Indonesia nilai pancasila
sebagai sumber materi, konsekuensinya hukum di Indonesia harus bersumber pada
nilai-nilai hukum Tuhan (sila I), nilai yamh terkandung pada harkat, martabat
dan kemanusiaan seperti jaminan hak dasar (hak asasi) manusia (sila II), nilai
nasionalisme Indonesia (sila III), nilai demokrasi yang bertumpu pada rakyat
sebagai asal mula kekuasaan negara (sila IV), dan nilai keadilan dalam
kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan (sila V).
Selain itu, tidak kalah pentingnya dalam penyusunan dan pengembangan
hukum aspirasi dan realitas kehidupan masyarakat serta rakyat adalah merupakan
sumber materi dalam penyusunan dan pengembangan hukum.
6. Kampus
Sebagai Kekuatan Moral Pembangunan Hak Asasi Manusia
Dalam penegakan hak asasi manusia, mahasiswa harus bersikap
obyektif, dan benar-benar berdasarkan kepentingan moral demi harkat dan
martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan
kekuasaan politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin
menghancurkan negara Indonesia. Perlu kita sadari bahwa dalam penegakan hak
asasi tersebut, pelanggaran hak asasi dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok
orang termasuk aparat negara, penguasa negara baik disengaja ataupun tidak
disengaja (UU. No. 39 Tahun 1999).
Jadi, marilah kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya
reformasi, mari kita tujukan pada dunia bahwa kita mampu dalam merealisasikan
semua cita-cita dan tujuan dasar dari reformasi. Akan tetapi disamping itu,
perlu kita sadari juga bahwasanya kita merupakan mahasiswa sebagai tonggak dari
penjunjung tinggi hak asasi manusi masihlah belum maksimal kinerjanya untuk hal
yang disebutkan diatas. Maka, dari detik ini. Kita sebagai generasi bangsa
haruslah benar-benar menanamkan nilai-nilai pancasila dalam setiap prilaku
kita. Dimanapun, dan pada siapapun.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila.
Jogyakarta: Paradigma, Edisi Reformasi.
Komalasari, Kokom.2007. Pendidikan Pancasila.
Jakarta: Lentera Cendekia.
“Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi” http://exalute.wordpress.com/2008/07/24/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan/. 20 Maret
2012. 07:08.
Syarbani, Syahrial. 2004. Pendidikan Pancasila
di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Langganan:
Postingan (Atom)