Sabtu, 04 Mei 2013

SEMINAR KEHARMONISAN KONFUSIANISME DAN KOMUNISME DI RRT


Pembicara : Tuty Enoch Muas


ABSTRAK

Ø  Retorika ‘masyarakat sosialis yang harmonis’ dan ‘dunia yang harmonis’ yang secara resmi dikumandangkan Hu Jintao/RRT sejak kongres PKT ke 17 tahun 2007, dapat ditunjuk sebagai penegasan terjadinya keharmonisan antara Komunisme dan Konfusianisme.“Bagaimana Konfusianisme & Komunisme bisa mencapai keharmonisan?” itulah  pokok bahasan paparan ini. Analisis melalui pendekatan historis menunjukkan bahwa,  kesamaan doktrin yang memposisikan negara sebagai pusat kekuasaan/kedaulatan, dan adanya kebutuhan untuk mengedepankan keunggulan budaya Tiongkok  secara internal dan eksternal, telah memungkinkan munculnya keharmonisan tersebut.
Ø  Kata kunci : Keharmonisan, Konfusianisme, Komunisme, pusat kedaulatan, keunggulan budaya.

PENDAHULUAN

Ø  Kemajuan pesat RRT di segala bidang membawa pula berbagai dampak negatif  dalam kehidupan masyarakat yang harus diantisipasi dengan cermat.
Ø  Penanganan masalah sosial tak bisa terlepas dari aspek budaya, Konfusianisme sebagai akar budaya Tiongkok mendapatkan momentum untuk kembali berkembang. 
Ø  Beberapa sebutan yang mengacu pada Konfusianisme dalam bahasa Mandarin adalah  Rujiao (儒教) – Rujia ( 家)- Ruxue (儒学) - Kongjiao (孔教) atau Ru (儒)saja.
Ø  Pada dasarnya Konfusianisme adalah ‘doktrin’ tentang etika dan moralitas kemanusiaan  untuk tercapainya kehidupan bermasyarakat yang harmonis   à dijabarkan dalam kitab Sishu Wujing  ( 书五经).
Ø  Etika Konfusianis secara integral juga mencakup aspek religius, politik, pendidikan, psikologi, dan metafisik.

Beberapa Catatan Historis

      Xin Zhongyao : “Konfusianisme merupakan sebuah aliran pemikiran dan ideologi ortodox yang telah berfungsi secara dogmatis dan dinamis selama ribuan tahun.“ à ‘dogmatis’ ketika berfungsi untuk melanggengkan/memperkuat kekuasaan ; ‘dinamis’ ketika menunjukkan kemampuan untuk mengadaptasi lingkungan/ide-ide yang berbeda.
      Secara historis pada akhir abad ke 19, kaum liberal maupun komunis menyebut Konfusianisme sebagai penyebab keterbelakangan dan ketidakmampuan bangsa Tiongkok dalam mengantisipasi  modernisasi / Barat à wu lun sebagai sumber berkembangnya feodalisme.
      Komunisme lahir dan berkembang di awal abad ke 19 sebagai reaksi/koreksi  terhadap  kapitalisme ,menentang akumulasi modal pada individu, dan menekankan pentingnya ‘perjuangan klas’ untuk tercapainya masyarakat Sosialis – Komunis.
      Sejak Era Gerakan 4 Mei 1919, berkembang di Tiongkok sebagai pemikiran alternatif yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik.
      Dalam praktiknya (terutama di era Mao Zedong), kepemimpinan PKC cenderung menunjukkan “perilaku dan ingin diperlakukan sebagaimana kaisar/penguasa di era kedinastian”.

Antara Konfusianisme dan Komunisme

      Doktrin Konfusianis tentang wu lun, zheng ming dan wu chang.
ü  Wu lun mengatur etika hubungan antara, pimpinan –bawahan, ayah-anak, suami-istri, kakak-adik, sesama teman.
ü  Zheng ming, nama/sebutan yang tepat ; segala sesuatu harus menempatkan atau ditempatkan sesuai nama/sebutan, posisi, ataupun predikat, yang melekat padanya.
ü  Wu chang ,  lima sifat kekal/mulia (ren, yi, li, zhi, xin – cinta kasih, adil, pantas, bijaksana, dapat dipercaya).
Ø  Wulun dan zheng ming diindikasikan telah melahirkan ‘hirarki sosial’  yang memberi hak lebih kepada pemegang kekuasaan , wu chang di satu sisi merupakan ‘pembatas’  kekuasaan itu, namun di sisi lain dapat menjadi ‘sabuk pengaman’ yang membuat rakyat  terlena/tak berdaya à negara menjadi pusat kekuasaan/kedaulatan  ; rakyat  terbiasa mengabdi untuk negara à nasionalisme tinggi.
      Komunisme merupakan  gerakan  anti-kapitalisme; menggunakan  partai komunis sebagai alat pengambil alihan kekuasaan ; semua  direpresentasikan sebagai milik rakyat  à seluruh alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara agar kemakmuran rakyat dapat merata.
Ø   sama seperti Konfusianisme , Negara menjadi pusat kekuasaan / kedaulatan  à kedaulatan negara ≠ kedaulatan rakyat.
Ø  Nasionalisme tinggi dibarengi dengan sejarah yang mewariskan ‘mimpi besar untuk menjadi negara yang kuat’ (qiangguomeng) , membuat rakyat mudah terindimidasi untuk tunduk pada negara/penguasa.
Ø  Doktrin untuk mengutamakan harmoni & persatuan semakin memperkuat kecenderungan tersebut.

Di antara Kemajuan Fisik dan Moral

Ø  Dampak negatif dari kemajuan ‘fisik’  yang harus diantisipasi.
ü  Internal :  muncul berbagai masalah sosial/moral yang bersumber dari al. : melonggarnya ikatan keluarga ; persaingan antar individu yang semakin ketat ; kesenjangan yang semakin lebar ; munculnya aspirasi baru yang bukan hanya terkait ‘materi’.
ü  Eksternal ;  muncul citra sebagai “ancaman” ; konflik kepentingan & sengketa wilayah membuat kebijakan luar negeri RRT yang ‘low profile’ (taoguang yanghui) tidak selalu efektif.
Ø  Diperlukan ‘keunggulan’ baru yang mampu menjawab semua tantangan tersebut à “keunggulan budaya/peradaban” .

Menuju Harmonisasi
Ø  Sejak akhir tahun 1980-an mulai ada upaya revitalisasi nilai-nilai budaya Tiongkok ; Konfusianisme, khususnya dalam upaya mengantisipasai ‘westernisasi’ à pasca 1989 ‘perang’ terhadap ‘evolusi damai’ ; 2001  ‘Rencana implementasi program pembangunan moral rakyat’ (公民道德建设实) ; 2002 bangkit dengan damai”和平崛起), “berkembang dengan damai” (和平展); 2006 ditetapkan ‘Rencana pengembangan budaya ’ yg merupakan bagian dari Pelita ke 11 (国家十一五期文化要)à 2007 “dunia yang harmonis” (世界).
Ø  Dua motivasi pemerintah : Konfusianisme sebagai ‘perekat’ masyarakat yang dapat melegitimasi rejim ; Konfusianisme sebagai ‘antidot’ budaya dalam menghadapi ‘westernisasi’.
Ø  Kuatnya kewaspadaan masyarakat terhadap  ‘westernisasi’, dan politik kebudayaan yang dibarengi dengan propaganda budaya tradisional melalui pendidikan,  menyebabkan jalannya kebijakan pemerintah terlihat lebih terdorong oleh dinamika masyarakat ; bukan sebuah kebijakan yang ‘top-down.

Penutup

ü  Konfusianisme yang dapat berfungsi secara dogmatis dan dinamis memberi peluang bagi munculnya keharmonisan dengan komunisme.
ü  Komunisme  secara sengaja dan tidak sengaja telah mengefektifkan peluang tersebut.
ü  Ingatan kuat masyarakat atas  keunggulan sejarah dan budaya Tiongkok yang terus berkesinambungan memudahkan ‘revitalisasi’ à keharmonisan.
ü  Kemunculan RRT dengan revitalisasi budaya / peradabannya dapat menjadi bentuk alternatif yang berbeda dari yang ditawarkan ‘Barat’ (ekopolsosbud).
ü  Dapat membuka peluang munculnya hubungan tributer dengan pendekatan/gaya baru.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar