Pembicara : Tuty Enoch Muas
ABSTRAK
Ø Retorika ‘masyarakat sosialis yang harmonis’ dan ‘dunia yang
harmonis’ yang secara resmi dikumandangkan Hu Jintao/RRT sejak kongres PKT ke
17 tahun 2007, dapat ditunjuk sebagai penegasan terjadinya keharmonisan antara
Komunisme dan Konfusianisme.“Bagaimana Konfusianisme & Komunisme bisa
mencapai keharmonisan?” itulah pokok
bahasan paparan ini. Analisis melalui pendekatan historis menunjukkan bahwa, kesamaan
doktrin yang memposisikan negara sebagai pusat kekuasaan/kedaulatan, dan adanya kebutuhan untuk mengedepankan keunggulan budaya Tiongkok secara internal dan eksternal, telah
memungkinkan munculnya keharmonisan tersebut.
Ø Kata kunci : Keharmonisan, Konfusianisme, Komunisme, pusat
kedaulatan, keunggulan
budaya.
PENDAHULUAN
Ø Kemajuan pesat
RRT di segala bidang membawa pula berbagai dampak negatif dalam kehidupan masyarakat yang harus
diantisipasi dengan cermat.
Ø Penanganan
masalah sosial tak bisa terlepas dari aspek budaya, Konfusianisme sebagai akar
budaya Tiongkok mendapatkan momentum untuk kembali
berkembang.
Ø Beberapa sebutan yang mengacu pada Konfusianisme dalam
bahasa Mandarin adalah Rujiao (儒教) – Rujia (儒 家)- Ruxue
(儒学) - Kongjiao (孔教) atau Ru (儒)saja.
Ø Pada dasarnya
Konfusianisme adalah ‘doktrin’ tentang etika dan moralitas kemanusiaan untuk tercapainya kehidupan bermasyarakat yang
harmonis à dijabarkan
dalam kitab Sishu Wujing
( 四书五经).
Ø Etika
Konfusianis secara integral juga mencakup aspek religius, politik, pendidikan,
psikologi, dan metafisik.
Beberapa
Catatan Historis
• Xin Zhongyao : “Konfusianisme merupakan sebuah aliran
pemikiran dan ideologi ortodox yang telah berfungsi secara dogmatis dan dinamis
selama ribuan tahun.“ à ‘dogmatis’
ketika berfungsi untuk melanggengkan/memperkuat kekuasaan ; ‘dinamis’ ketika
menunjukkan kemampuan untuk mengadaptasi lingkungan/ide-ide yang berbeda.
• Secara historis pada akhir abad ke 19, kaum liberal maupun
komunis menyebut Konfusianisme sebagai penyebab keterbelakangan dan
ketidakmampuan bangsa Tiongkok dalam mengantisipasi modernisasi / Barat à wu lun
sebagai sumber berkembangnya feodalisme.
• Komunisme lahir
dan berkembang di awal abad ke 19 sebagai reaksi/koreksi terhadap
kapitalisme ,menentang akumulasi modal pada individu, dan menekankan
pentingnya ‘perjuangan klas’ untuk tercapainya masyarakat Sosialis – Komunis.
• Sejak Era
Gerakan 4 Mei 1919, berkembang di Tiongkok sebagai pemikiran alternatif yang
menjanjikan kehidupan yang lebih baik.
• Dalam
praktiknya (terutama di era Mao Zedong), kepemimpinan PKC cenderung menunjukkan
“perilaku dan ingin diperlakukan sebagaimana kaisar/penguasa di era
kedinastian”.
Antara
Konfusianisme dan Komunisme
• Doktrin
Konfusianis tentang wu lun, zheng ming dan wu chang.
ü Wu lun mengatur etika
hubungan antara, pimpinan –bawahan, ayah-anak, suami-istri, kakak-adik, sesama
teman.
ü Zheng ming, nama/sebutan
yang tepat ; segala sesuatu harus
menempatkan atau ditempatkan sesuai nama/sebutan, posisi, ataupun predikat, yang melekat padanya.
ü Wu chang , lima sifat
kekal/mulia (ren, yi, li, zhi, xin – cinta kasih, adil, pantas, bijaksana,
dapat dipercaya).
Ø Wulun dan zheng
ming diindikasikan telah melahirkan ‘hirarki sosial’ yang memberi hak lebih kepada pemegang
kekuasaan , wu chang di satu sisi merupakan ‘pembatas’ kekuasaan itu, namun di sisi lain dapat
menjadi ‘sabuk pengaman’ yang membuat rakyat
terlena/tak berdaya à negara menjadi
pusat kekuasaan/kedaulatan ; rakyat terbiasa mengabdi untuk negara à nasionalisme tinggi.
• Komunisme merupakan
gerakan anti-kapitalisme; menggunakan partai komunis sebagai
alat pengambil alihan kekuasaan ; semua direpresentasikan sebagai milik rakyat à seluruh alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara agar kemakmuran rakyat dapat merata.
Ø sama seperti Konfusianisme , Negara menjadi
pusat kekuasaan / kedaulatan à kedaulatan negara ≠ kedaulatan
rakyat.
Ø Nasionalisme
tinggi dibarengi dengan sejarah yang mewariskan ‘mimpi besar untuk menjadi
negara yang kuat’ (qiangguomeng) , membuat rakyat mudah terindimidasi
untuk tunduk pada negara/penguasa.
Ø Doktrin untuk
mengutamakan harmoni & persatuan semakin memperkuat kecenderungan tersebut.
Di
antara Kemajuan Fisik dan Moral
Ø Dampak negatif dari kemajuan ‘fisik’ yang harus diantisipasi.
ü Internal : muncul berbagai
masalah sosial/moral yang bersumber
dari al. : melonggarnya ikatan keluarga ; persaingan antar individu yang
semakin ketat ; kesenjangan yang semakin lebar ; munculnya aspirasi baru yang
bukan hanya terkait ‘materi’.
ü Eksternal ; muncul citra sebagai “ancaman” ; konflik kepentingan & sengketa
wilayah membuat kebijakan luar negeri RRT yang ‘low profile’ (taoguang
yanghui) tidak selalu efektif.
Ø Diperlukan ‘keunggulan’ baru yang mampu menjawab semua
tantangan tersebut à “keunggulan
budaya/peradaban” .
Menuju
Harmonisasi
Ø Sejak akhir
tahun 1980-an mulai ada upaya revitalisasi nilai-nilai budaya Tiongkok ; Konfusianisme, khususnya dalam upaya mengantisipasai
‘westernisasi’ à pasca
1989 ‘perang’ terhadap ‘evolusi damai’ ; 2001
‘Rencana implementasi program pembangunan moral rakyat’ (公民道德建设实施纲要) ; 2002 “bangkit dengan damai”(和平崛起), “berkembang
dengan damai” (和平发展); 2006 ditetapkan ‘Rencana pengembangan budaya ’ yg merupakan bagian dari Pelita ke
11 (国家‘十一五’ 时期文化发展规划纲要)à 2007 “dunia
yang harmonis” (和谐世界).
Ø Dua motivasi pemerintah : Konfusianisme sebagai ‘perekat’
masyarakat yang dapat melegitimasi rejim ; Konfusianisme sebagai ‘antidot’
budaya dalam menghadapi ‘westernisasi’.
Ø Kuatnya kewaspadaan masyarakat terhadap ‘westernisasi’, dan politik kebudayaan yang
dibarengi dengan propaganda budaya tradisional melalui pendidikan, menyebabkan jalannya kebijakan pemerintah
terlihat lebih terdorong oleh dinamika masyarakat ; bukan sebuah kebijakan yang
‘top-down.
Penutup
ü Konfusianisme yang dapat berfungsi secara dogmatis dan dinamis
memberi peluang bagi munculnya keharmonisan dengan komunisme.
ü Komunisme secara
sengaja dan tidak sengaja telah mengefektifkan peluang tersebut.
ü Ingatan kuat masyarakat atas
keunggulan sejarah dan budaya Tiongkok yang terus berkesinambungan
memudahkan ‘revitalisasi’ à keharmonisan.
ü Kemunculan RRT dengan revitalisasi budaya / peradabannya
dapat menjadi bentuk alternatif yang berbeda dari yang ditawarkan ‘Barat’
(ekopolsosbud).
ü Dapat membuka peluang munculnya hubungan tributer dengan
pendekatan/gaya baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar