Definisi
wawasan nusantara
1. Wawasan
Nusantara meliputi arah pandang kedalam dan keluar
1. Arah pandang ke dalam
Mengandung arti bahwa bangsa Indonesia harus peka dan berusaha untuk mencegah
dan mengatasi sedini mungkin faktor – faktor penyebab timbulnya disintegrasi
bangsa dan memelihara persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan . Arah pandang
kedalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek
kehidupan nasional,baik aspek alamiah maupun aspek sosial.
2. Arah pandang keluar
Mengandung arti bahwa dalam kehidupan internasional bangsa Indonesia harus
berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam semua aspek kehidupan demi
tercapainya tujuan nasional yang tertera pada pembukaan UUD 1945. Arah pandang
kedalam bertujuan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam dunia serba
berubah serta melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kepada
kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan sosial serta kerja sama dan sikap
saling menghormati.
II. Archipelago
WAWASAN NUSANTARA ARCHIPELAGO (LUAS LAUT)
Pengertian
“archipelago state” adalah negara yang terdiri dari banyak pulau di mana laut,
udara, dan daratan adalah satu kesatuan Nusantara sebagai wawasan ideology
“Negara Persatuan Kepulauan Republik Indonesia” dan juga “NKRI” yang merupakan
kehendak sejarah yang dijamin oleh Hukum Laut Internasional. Dua per tiga luas
Indonesia adalah lautan, dan air yang sebagai sumber kehidupan itu membentengi
ribuan pulau dari Sabang hingga Merauke. Pengakuan International dalam Hukum
laut dimana total luas wilayah RI yang terdiri dari 18.108 pulau, tidak
termasuk Sipadan dan Ligitan ditambah laut yang dihitung didalam lingkar
pulau-pulau terluar yang dihubungkan dengan garis batas 12 mile laut (± 20 km)
adalah ± 6,1 juta km2. Dua pertiga bagiannya ± 4,2 km2. Dan bilamana
diperhitungkan dengan “Zona Economy Exclusive” maka tanggung jawab pengelolaan
kelautan kita masih ditambah 200 mile laut (± 325 km) diperhitungkan dari
posisi pulau-pulau di garis lingkaran terluar wilayah Indonesia. Dunia pun
mencatat Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan total luas
mencapai 1.904.556 kilometer persegi dan 18.160 pulau di dalamnya.
III. Deklarasi Djuanda
Deklarasi Djuanda
adalah pernyataan kepada dunia, bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut
sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia, menjadi satu kesatuan
wilayah NKRI. Deklarasi itu dicetuskan pada 13 Desember 1957 oleh Perdana
Menteri Indonesia waktu itu, Djuanda Kartawidjaja.
Sebelum lahirnya Deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda itu, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya, dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Karena itu, kapal asing bisa dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State), sehingga laut-laut antar pulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia, dan bukan kawasan bebas.
Deklarasi itu mendapat tentangan dari beberapa negara, namun pemerintah Indonesia meresmikan deklarasi itu menjadi UU No. 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Sejak itu, luas wilayah Indonesia pun bertambah 2,5 kali lipat dari 2.027.087 kilometer persegi, menjadi 5.193.250 kilometer persegi, dengan pengecualian Irian Jaya yang waktu itu belum diakui secara internasional sebagai wilayah Indonesia.
Akhirnya, pada tahun 1982, Deklarasi Djuanda dapat diterima dunia internasional, dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Tiga tahun kemudian, deklarasi tersebut dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982, bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
Pada tahun 1999, Presiden Soeharto menetapkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Penetapan hari itu dipertegas dengan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional.
Sebelum lahirnya Deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda itu, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya, dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Karena itu, kapal asing bisa dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State), sehingga laut-laut antar pulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia, dan bukan kawasan bebas.
Deklarasi itu mendapat tentangan dari beberapa negara, namun pemerintah Indonesia meresmikan deklarasi itu menjadi UU No. 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Sejak itu, luas wilayah Indonesia pun bertambah 2,5 kali lipat dari 2.027.087 kilometer persegi, menjadi 5.193.250 kilometer persegi, dengan pengecualian Irian Jaya yang waktu itu belum diakui secara internasional sebagai wilayah Indonesia.
Akhirnya, pada tahun 1982, Deklarasi Djuanda dapat diterima dunia internasional, dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Tiga tahun kemudian, deklarasi tersebut dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982, bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
Pada tahun 1999, Presiden Soeharto menetapkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Penetapan hari itu dipertegas dengan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional.
IV. Wilayah Kekuasaan
1.
Batas Darat
Setiap negara berwenang untuk
menetapkan batas terluar wilayahnya. Negara Kesatuan Republik Indonesia
berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara tetangga. Di darat, Indonesia berbatasan
dengan Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan dengan Timor-Leste. Sedangkan
dilaut, Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura,
Vietnam, Filipin, Palau, Papua Niugini, Ausralia dan Timor-Leste.
2. Batas Laut
1. Ordonansi 1939
Wilayah Indonesia terpecah-pecah
dengan kebijakan bahwa laut adalah milik internasional. Laut menjadi pemisah
bagi pulau-pulau di Indonesia. Wilayah Indonesia adalah pulau-pulau serta laut
yang berjarak 3 mil sekeliling pulau.
2.Deklarasi Juanda 1959
Laut teritorial adalah laut di
antara pulau serta laut berjarak 12 mil mengarah ke luar. Kebijakan 3 mil
diganti menjadi 12 mil pada kebijakan ini. Indonesia menjadi satu kesatuan yang
utuh.
2. UNCLOS
(United Nation Convention on the Law of the Sea)1982
Pada keputusan hukum internasional
ini ditetapkan batas ZEE wilayah Indonesia, yakni 200 mil. Wilayah ini bukan
wilayah teritorial, tetapi Indonesia memiliki kesempatan yang pertama untuk
memanfaatkan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Batas Udara
Batas ruang udara Indonesia diukur
dengan menarik garis dari pusat bumi menyinggung batas wilayah laut Indonesia.
Begitu pula dengan batas ruang antariksa Indonesia dan GSO (Geo Stationery
Unit).
V. Wilayah NKRI
Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri
nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayah
serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah
kedaulatannya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana
diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal
25A mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara
dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan
dengan undang-undang.
Bahwa wilayah negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menganut sistem:
a. pengaturan
suatu Pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
b. pemanfaatan bumi, air,
dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
c. desentralisasi
pemerintahan kepada daerah-daerah besar dan
kecil yang bersifat otonom dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan
d. kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
VI. Batas Wilayah NKRI
UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara menyebut batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
meliputi:
a. di darat berbatas dengan
Wilayah Negara Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste.
b. di laut
berbatas dengan Wilayah Negara Malaysia, Papua Nugini,
Singapura, dan Timor Leste, dan
c. di udara mengikuti batas
kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya
dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum
internasional.
Batas Wilayah Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk
titik-titik koordinatnya ditetapkan berdasarkan
perjanjian bilateral dan/atau trilateral.
Dalam hal
Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara
lain, Indonesia menetapkan Batas Wilayah
Negara secara unilateral berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional.
Batas Wilayah Yurisdiksi
Wilayah Yurisdiksi
adalah wilayah di luar Wilayah Negara yang
terdiri atas Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan
Zona Tambahan di mana negara memiliki
hak-hak berdaulat dan kewenangan tertentu lainnya
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
dan hukum internasional.
Pasal 8 UU No 23 tahun 2008
berbunyi:
(1) Wilayah Yurisdiksi
Indonesia berbatas dengan wilayah yurisdiksi
Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua
Nugini, Palau, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam.
(2) Batas Wilayah Yurisdiksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk titik-titik koordinatnya
ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral.
(3) Dalam hal Wilayah Yurisdiksi tidak
berbatasan dengan negara lain, Indonesia menetapkan
Batas Wilayah Yurisdiksinya secara unilateral
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum
internasional.