BAB 1
PENDAHULUAN
I.Latar Belakang
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo 2006, merupakan kasus menyemburnya lumpur
panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan
Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 26 Mei 2006. Semburan
lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan
permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta
mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan
Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini
berbatasan dengan Kecamatan Gempol (Kabupaten Pasuruan) di sebelah
selatan.Lokasi semburan hanya berjarak 150-500 meter dari sumur Banjar Panji-1
(BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas sebagai
operator blok Brantas. Oleh karena itu, hingga saat ini, semburan lumpur panas
tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas
di sumur tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan.
Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kegiatan pengeboran. Kedua,
semburan lumpur “kebetulan” terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu
yang belum diketahui.
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun
bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Dampak tersebut berupa rusaknya
infrastruktur, seperti mengenanggi desa dan kecamatan, rusaknya rel dan
tergenangnya jalan raya, 600 hektaR lahan terendam, sutet yang tidak berfungsi,
dan ditutupnya pabrik-pabrik.
Dampak tersebut membuat berubahnya struktur perekonomian bagi masyarakat yang
lahan dan tempat tinggalnya terendam oleh lumpur Lapindo. Mereka pada saat itu
hanya menggantungkan hidup dari dana ganti rugi oleh pihak Lapindo. Namun dalam
pelaksanaannya masyarakat merasakan bahwa dana yang dialokasikan oleh pihak
yang bersangkutan sangat kurang. Keadaan tersebut berdampak pada perubahan
perilaku warga Lapindo.
II. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengetahui penyebab lumpur lapindo.
2. Mengetahui zat-zat kimia yang terkandung dalam lumpur lapindo
3. Mengetahui pencemaran yang terjadi akibat lumpur lapindo.
4. Mengetahui dampak positif lumpur lapindo dan pemanfaatannya dalam bidang industri.
4. Mengetahui dampak positif lumpur lapindo dan pemanfaatannya dalam bidang industri.
5. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan dalam penanggulangan lumpur lapindo.
PEMBAHASAN MASALAH
Diduga bahwa lumpur Lapindo meluap karena kegiatan PT Lapindo di dekat lokasi itu.
Lapindo Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.
Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor (casing) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki).
Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat di atasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).
Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah mengapasurface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Perlu diketahui bahwa untuk operasi sebuah kegiatan pemboran MIGAS di Indonesia setiap tindakan harus seijin BP MIGAS, semua dokumen terutama tentang pemasangan casing sudah disetujui oleh BP MIGAS.
Dalam AAPG 2008 International Conference & Exhibition dilaksanakan di Cape Town International Conference Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29 Oktober 2008, merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American Association of Petroleum Geologists (AAPG) dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga) ahli dari Indonesia mendukung GEMPA YOGYA sebagai penyebab, 42 (empat puluh dua) suara ahli menyatakan PEMBORAN sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara ahli menyatakan KOMBINASI Gempa dan Pemboran sebagai penyebab, dan 16 (enam belas suara) ahli menyatakan belum bisa mengambil opini. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan kesalahan-kesalahan teknis dalam proses pemboran.
Aspek lainnya yang menyebabkan terjadinya semburan lumpur
panas tersebut:
1. Aspek teknis
Pada awal tragedi, Lapindo bersembunyi di balik gempa
tektonik Yogyakarta yang terjadi pada hari yang sama. Hal ini didukung pendapat
yang menyatakan bahwa pemicu semburan lumpur (liquefaction) adalah gempa
(sudden cyclic shock) Yogya yang mengakibatkan kerusakan
sedimen.Namun, hal itu dibantah oleh para ahli, bahwa gempa di
Yogyakarta yang terjadi karena pergeseran Sesar Opak tidak berhubungan dengan
Surabaya.Argumen liquefaction lemah karena
biasanya terjadi pada lapisan dangkal, yakni pada sedimen yang ada
pasir-lempung, bukan pada kedalaman 2.000-6.000 kaki. Lagipula, dengan
merujuk gempa di California (1989) yang berkekuatan 6.9 Mw, dengan radius
terjauh likuifaksi terjadi pada jarak 110 km dari episenter gempa, maka karena
gempa Yogya lebih kecil yaitu 6.3 Mw seharusnya radius terjauh likuifaksi
kurang dari 110 Km.Akhirnya, kesalahan prosedural yang mengemuka,
seperti dugaan lubang galian belum sempat disumbat dengan cairan beton sebagai
sampul.Hal itu diakui bahwa semburan gas Lapindo disebabkan pecahnya
formasi sumur pengeboran.Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo
harus sudah memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki,casing 20
inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki
dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki. Ketika Lapindo
mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka
belum memasang casing 9-5/8 inci. Akhirnya, sumur menembus
satu zona bertekanan tinggi yang menyebabkan kick, yaitu masuknya
fluida formasi tersebut ke dalam sumur. Sesuai dengan prosedur standar, operasi
pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig
segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke
dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Namun, dari informasi di
lapangan, BOP telah pecah sebelum terjadi semburan lumpur. Jika hal itu benar
maka telah terjadi kesalahan teknis dalam pengeboran yang berarti pula telah
terjadi kesalahan pada prosedur operasional standar.
2. Aspek
ekonomis
Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak
Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk BP-MIGAS untuk melakukan
proses pengeboran minyak dan gas bumi. Saat
ini Lapindo memiliki 50% participating interest di
wilayah Blok Brantas, Jawa Timur.Dalam kasus
semburan lumpur panas ini, Lapindo diduga “sengaja menghemat” biaya operasional
dengan tidak memasangcasing. Jika dilihat dari perspektif ekonomi,
keputusan pemasangan casing berdampak pada besarnya biaya yang
dikeluarkan Lapindo. Medco, sebagai salah satu pemegang saham wilayah Blok
Brantas, dalam surat bernomor MGT-088/JKT/06, telah memperingatkan Lapindo
untuk memasang casing (selubung bor) sesuai dengan standar
operasional pengeboran minyak dan gas. Namun, entah mengapa Lapindo sengaja tidak
memasang casing, sehingga pada saat terjadiunderground blow
out, lumpur yang ada di perut bumi menyembur keluar tanpa kendali.
3. Aspek
politis
Sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), Lapindo telah
mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil/production sharing contract (PSC)
dari Pemerintah sebagai otoritas penguasa kedaulatan atas sumberdaya alam.
Poin inilah yang paling penting dalam kasus lumpur panas
ini. Pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi neoliberal dalam
berbagai kebijakannya. Alhasil, seluruh potensi tambang migas dan sumberdaya
alam (SDA) “dijual” kepada swasta/individu (corporate based). Orientasi
profit an sich yang menjadi paradigma korporasi menjadikan
manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian
lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem. Di
Jawa Timur saja, tercatat banyak kasus bencana yang diakibatkan lalainya para
korporat penguasa tambang migas, seperti kebocoran sektor migas di kecamatan
Suko, Tuban, milik Devon Canada dan Petrochina (2001); kadar hidro sulfidanya
yang cukup tinggi menyebabkan 26 petani dirawat di rumah sakit. Kemudian kasus
tumpahan minyak mentah (2002) karena eksplorasi Premier Oil.18 Yang
terakhir, tepat 2 bulan setelah tragedi semburan lumpur Sidoarjo, sumur minyak
Sukowati, Desa Campurejo, Kabupaten Bojonegoro terbakar. Akibatnya, ribuan
warga sekitar sumur minyak Sukowati harus dievakuasi untuk menghindari ancaman
gas mematikan. Pihak Petrochina East Java, meniru modus cuci tangan yang
dilakukan Lapindo, mengaku tidak tahu menahu penyebab terjadinya kebakaran.
Penjualan aset-aset bangsa oleh pemerintahnya sendiri
tidak terlepas dari persoalan kepemilikan. Dalam perspektif Kapitalisme dan
ekonomi neoliberal seperti di atas, isu privatisasilah yang mendominasi.
II. SENYAWA KIMIA YANG TERKANDUNG DALAM LUMPUR LAPINDO
Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida Bebas dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti Trichlorophenol, Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.
II. SENYAWA KIMIA YANG TERKANDUNG DALAM LUMPUR LAPINDO
Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida Bebas dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti Trichlorophenol, Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.
Hasil pengujian LC50 terhadap larva udang windu (Penaeus
monodon) maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia carinata)
menunjukkan bahwa lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak beracun bagi biota
akuatik. LC50 adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar yang dapat
menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan lumpur
tersebut memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppm Suspended
Particulate Phase (SPP) terhadap larva udang windu dan di atas
1.000.000 ppm SPP terhadap Daphnia carinata. Sementara berdasarkan
standar EDP-BPPKA,Pertamina lumpur
dikatakan beracun bila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L SPP.
Di beberapa negara, pengujian semacam ini memang diperlukan untuk
membuang lumpur bekas pengeboran (used drilling mud) ke dalam laut. Jika
nilai LC50 lebih besar dari 30.000 Mg/L SPP, lumpur dapat dibuang ke perairan.
Namun Simpulan dari Wahana lingkungan hidup menunjukkan hasil
berbeda, dari hasil penelitian Walhi dinyatakan bahwa
secara umum pada area luberan lumpur dan sungai Porong telah tercemar oleh logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi manusia apalagi
kadarnya jauh di atas ambang batas. Dan perlu sangat diwaspadai bahwa ternyata
lumpur Lapindo dan sedimen Sungai Porong kadar
timbal-nya sangat besar yaitu mencapai 146 kali dari ambang batas yang telah
ditentukan.
Berdasarkan PP No 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa ambang batas PAH
yang diizinkan dalam lingkungan adalah 230 µg/m3 atau setara dengan 0,23 µg/m3
atau setara dengan 0,23 µg/kg. Maka dari hasil analisis di atas diketahui bahwa
seluruh titik pengambilan sampel lumpur Lapindo mengandung kadar Chrysene di
atas ambang batas. Sedangkan untuk Benz(a)anthracene hanya
terdeteksi di tiga titik yaitu titik 7,15 dan 20, yang kesemunya di atas ambang
batas.
Dengan fakta sedemikian rupa, yaitu kadar PAH (Chrysene dan Benz (a)anthracene)
dalam lumpur Lapindo yang mencapai 2000 kali di atas ambang batas bahkan ada
yang lebih dari itu. Maka bahaya adanya kandungan PAH (Chrysene dan Benz (a)anthracene) tersebut telah mengancam keberadaan manusia dan lingkungan:
·
Bioakumulasi dalam
jaringan lemak manusia (dan hewan)
·
Kulit merah, iritasi,
melepuh, dan kanker kulit jika kontak langsung dengan kulit
· Kanker
·
Permasalahan reproduksi
·
Membahayakan organ tubuh
seperti liver, paru-paru, dan kulit
Dampak PAH dalam lumpur Lapindo bagi manusia dan lingkungan
mungkin tidak akan terlihat sekarang, melainkan nanti 5-10 tahun kedepan. Dan
yang paling berbahaya adalah keberadaan PAH ini akan mengancam kehidupan anak
cucu, khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar semburan lumpur Lapindo
beserta ancaman terhadap kerusakan lingkungan. Namun sampai Mei 2009 atau tiga
tahun dari kejadian awal ternyata belum terdapat adanya korban sakit atau
meninggal akibat lumpur tersebut.
Hasil analisis logam pada materi
Parameter | Satuan | Kep. MenKes no 907/2002 | Lumpur Lapindo | Air Lumpur Lapindo | Sedimen Sungai Porong | Air Sungai Porong |
---|---|---|---|---|---|---|
Kromium (Cr) | mg/L | 0,05 | nd | nd | nd | nd |
Kadmium (Cd) | mg/L | 0,003 | 0,3063 | 0,0314 | 0,2571 | 0,0271 |
Tembaga (Cu) | mg/L | 1 | 0,4379 | 0,008 | 0,4919 | 0,0144 |
Timbal (Pb) | mg/L | 0,05 | 7,2876 | 0,8776 | 3,1018 | 0,6949 |
Akibat luapan dari
lumpur lapindo tersebut,maka mengakibatkan berbagai macam pencemaran lingkungan
karna adanya senyawa kimiayang berbahaya dalam kandungan Lumpur Lapindo.
Berikut ini adalah pencemaran yang diakibatkan oleh Lumpur Lapindo
1. Pencemaran Air
- Dengan adanya mineral – mineral yang dikeluarkan oleh semburan lapindo, tentu saja mempengaruhi keadaan mineral air yang ada di dalam tanah. Mineral air yang semula mengandung zat – zat yang berguna bagi kehidupan menjadi tercemar akibat adanya reaksi kimia mineral – mineral lumpur lapindo. Jika hal ini berlangsung terus menerus, kemungkinan besar air tanah di sekitar kawasan Lapindo menjadi tercemar dan berbahaya bagi kehidupan.
- Dengan adanya mineral yang terkandung di dalam semburan tersebut membawa dapak pada kehidupan biota air. Sungai porong yang dahulunya dihuni oleh biota air seperti ikan, bahkan tumbuh – tumbuhan air, sekarang menjadi rusak. Hal ini disebabkan kandungan mineral dalam semburan tersebut.
2. Pencemaran Tanah
Sebelum terjadinya
semburan Lapindo, kawasan Porong dikenal sebagai kawasan yang sebagian besar
wilayahnya dikelilingi sawah. Namun semenjak terjadinya semburan lapindo tersebut
tanah yang mula – mula subur menjadi rusak. Hal ini disebabkan karena semburan
tersebut membawa material mineral yang berlebihan. Sehingga kandungan unsur
hara dalam tanah tidak seimbang akibat adanya semburan tersebut.
3. Pencemaran Udara
kawasan
Porong dan sekitarnya yang merasakan dampak tersebut. Dalam rekomendasinya pada
Maret 2008, Gubernur Jawa Timur menyebutkan bahwa kandungan hidrokarbon di
udara telah mencapai 55 ribu ppm. Padahal ambang batas normal hanya 0,24 ppm.
Hal itu kemudian diperkuat oleh temuan WALHI Jawa Timur pada Oktober 2008, yang
menemukan adanya peningkatan jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) di Porong. Pada 2006, saat munculnya semburan Lapindo, jumlah penderita
ISPA mencapai 26 ribu orang, tapi pada 2008 meningkat menjadi 46 ribu orang.
Kerusakan yang Disebabkan oleh Lumpur Lapindo
. Lumpur menggenangi 16 desa di tiga
kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6
meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta
rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan
dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah
menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan
Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa
dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam
lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.
2. Lahan dan ternak yang tercatat terkena
dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di
Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di
Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan
Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
3. Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa
menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat
1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini.
4. Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi
dan para pegawai juga terancam tak bekerja.Tidak berfungsinya sarana pendidikan
(SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana
infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
5. Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat
diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal
1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170),
sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo),
pabrik 15, masjid dan musala 15 unit.
6. Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang
tergenangi, termasuk areal persawahan tak kurang 600 hektar lahan terendam.Hal
ini wajar mengingat volume lumpur diperkirakan sekitar 5.000 hingga 50 ribu
meter kubik perhari (setara dengan muatan penuh 690 truk peti kemas berukuran
besar).
7. Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar
semburan lumpur, pipa air milik PDAM Surabaya patah .
8. Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat
penurunan tanah karena tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas
terendam.
9. Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu
yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif,
yaitu melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.
10. Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik
di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.
Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur
transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di
bagian timur pulau Jawa. Ini berakibat pula terhadap aktivitas produksi di
kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu
kawasan industri utama di Jawa Timur.
IV. Dampak Positif Lumpur Lapindo
1..Mineral Lumpur lapindo tersebut dapat digunakan untuk pembuatan bodi keramik dengan pembakaran antara suhu 800-900oC dan untuk pembuatan keramik hias dengan pembakaran suhu 1400oC serta pembuatan batu bata, batako dan genteng.
2. Mineral lumpur lapindo dapat dikembangkan untuk dijadikan sumber daya energi non konvensional,yaitu dalam pembuatan baterai.
Dampak positif Lumpur Lapindo pada pengembangan Pembuatan Baterai
Teknologi merupakan cara yang harus dilakukan manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya yang makin meningkat. Dalam hal ini contohnya lumpur lapindo bisa di manfaatkan untuk pembuatan – pembuatan teknologi seperti batrai. Dengan cara ini lumpur lapindo sangat bisa di manfaatkan dalam pembuatan batari untuk kebutuhuhan sekunder di bidang industri.
Pada fase pembuatan baterai yang terbuat dari lumpur
lapindo adalah fase tehnik modern. Karena pembuatanya menggunakan tenaga mesin.
Dan termasuk teknologi modern atau (Hi tech).
Inovasi – Lusi Pro adalah baterai jenis AA yang terbuat dari
hasil olahan lumpur Lapindo Sidoarjo, Jawa Timur. Baterai tersebut kini ramai
dibicarakan setelah menjadi juara kedua kompetisi Technopreneurship Pemuda
2012.
Baterai bertenaga lumpur Lapindo Sidoarjo berhasil
diciptakan oleh Aji Christian Bani Adam, Oki Prisnawan, Yoga Pratama dan
Umarudin.
Berawal dari penelitian tentang
kandungan lumpur Lapindo Sidoarjom, kedua lulusan UNS (Universitas Negeri
Semarang) tersebut berhasil menciptakan baterai jenis AA. Kandungan Mangan dan
ZInc yang tinggi dari lumpur Lapindo Sidoarjo mampu memberikan dampak positif
untuk dikonversi menjadi baterai.
Awalnya Aji mengambil sampel
lumpur dari kedalaman setengah meter, kemudian mereka melakukan penelitian
dengan tahap pengekstrakan di laboratorium sehingga menyisakan mangan dan zinc
yang kemudia mereka olah menjadi pasta.
Pasta yang berhasil mereka
kumpulkan tearnyata mampu menjadi elektrit atau penghantar arus listrik pada
baterai kering. Dimana cara kerja baterai tersebut memanfaatkan pasta yang
telah mereka hasilkan. Baterai akan bertahan hidup selama pasta itu kering dan
kemudai baterai akan mati.
"Daya pakai baterai Lusi
sama seperti baterai yang sudah terkenal,bisa menyala sampai lima jam non
stop," kata Aji. Lusi pro juga mengungguli baterai buatan cina.
V. Upaya Penanggulangan Lumpur Lapindo
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur, diantaranya
dengan membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur. Namun demikian,
lumpur terus menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-waktu tanggul dapat
jebol, yang mengancam tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat tanggul.
Jika dalam tiga bulan bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan
beton pada lahan seluas 342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga.
Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan, untuk menampung lumpur sampai Desember
2006, mereka menyiapkan 150 hektare waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare
lagi yang sanggup memenuhi kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober,
diperkirakan volume lumpur sudah mencapai 7 juta m3.Namun rencana itu batal
tanpa sebab yang jelas.
Badan Meteorologi dan Geofisika meramal musim hujan bakal
datang dua bulanan lagi. Jika perkira-an itu tepat, waduk terancam kelebihan
daya tampung. Lumpur pun meluap ke segala arah, mengotori sekitarnya.
Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS)
memperkirakan, musim hujan bisa membuat tanggul jebol, waduk-waduk lumpur
meluber, jalan tol terendam, dan lumpur diperkirakan mulai melibas rel kereta.
Ini adalah bahaya yang bakal terjadi dalam hitungan jangka pendek.
Sudah ada tiga tim ahli yang dibentuk untuk memadamkan
lumpur berikut menanggulangi dampaknya. Mereka bekerja secara paralel. Tiap tim
terdiri dari perwakilan Lapindo, pemerintah, dan sejumlah ahli dari beberapa
universitas terkemuka. Di antaranya, para pakar dari ITS, Institut Teknologi
Bandung, dan Universitas Gadjah Mada. Tim Satu, yang menangani penanggulangan
lumpur, berkutat dengan skenario pemadaman. Tujuan jangka pendeknya adalah
memadamkan lumpur dan mencari penyelesaian cepat untuk jutaan kubik lumpur yang
telah terhampar di atas tanah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lumpur lapindo merupakan fenomena kejadian alam diluar dugaan manusia. Lumpur lapindo merupakan akibat adanya kegiatan pengeboran oleh pihak PT Lapindo Brantas yang tidak memperhatikan aspek lingkungan hidup. Mineral – mineral yang keluar dari semburan lumpur tersebar di setiap titik wilayah semburan. Mineral – mineral tersebut keluar ketika ada semburan. Oleh sebab itu jika semburan tersebut terus menerus keluar mengakibatkan perubahan mineral dalam bumi, khususnya menimbulkan pembaharuan lapisan mineral di bumi dan jika tidak segera diatasi,maka dampak dari lumpur tersebut akan semakin meluas dan tentunya akan semakin merusak lingkungan dan sangat menghambat infrastruktur daerah tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lumpur lapindo merupakan fenomena kejadian alam diluar dugaan manusia. Lumpur lapindo merupakan akibat adanya kegiatan pengeboran oleh pihak PT Lapindo Brantas yang tidak memperhatikan aspek lingkungan hidup. Mineral – mineral yang keluar dari semburan lumpur tersebar di setiap titik wilayah semburan. Mineral – mineral tersebut keluar ketika ada semburan. Oleh sebab itu jika semburan tersebut terus menerus keluar mengakibatkan perubahan mineral dalam bumi, khususnya menimbulkan pembaharuan lapisan mineral di bumi dan jika tidak segera diatasi,maka dampak dari lumpur tersebut akan semakin meluas dan tentunya akan semakin merusak lingkungan dan sangat menghambat infrastruktur daerah tersebut.
REFERENSI