Senin, 13 Mei 2013

Wawasan Nusantara

Definisi wawasan nusantara


1.   Wawasan Nusantara meliputi arah pandang kedalam dan keluar




1.  Arah pandang ke dalam

Mengandung arti bahwa bangsa Indonesia harus peka dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini mungkin faktor – faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa dan memelihara persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan . Arah pandang kedalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional,baik aspek alamiah maupun aspek sosial.

2. Arah pandang keluar


Mengandung arti bahwa dalam kehidupan internasional bangsa Indonesia harus berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam semua aspek kehidupan demi tercapainya tujuan nasional yang tertera pada pembukaan UUD 1945. Arah pandang kedalam bertujuan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam dunia serba berubah serta melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kepada kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan sosial serta kerja sama dan sikap saling menghormati.


 II. Archipelago


WAWASAN  NUSANTARA  ARCHIPELAGO (LUAS LAUT)


Pengertian “archipelago state” adalah negara yang terdiri dari banyak pulau di mana laut, udara, dan daratan adalah satu kesatuan Nusantara sebagai wawasan ideology “Negara Persatuan Kepulauan Republik Indonesia” dan juga “NKRI” yang merupakan kehendak sejarah yang dijamin oleh Hukum Laut Internasional. Dua per tiga luas Indonesia adalah lautan, dan air yang sebagai sumber kehidupan itu membentengi ribuan pulau dari Sabang hingga Merauke. Pengakuan International dalam Hukum laut dimana total luas wilayah RI yang terdiri dari 18.108 pulau, tidak termasuk Sipadan dan Ligitan ditambah laut yang dihitung didalam lingkar pulau-pulau terluar yang dihubungkan dengan garis batas 12 mile laut (± 20 km) adalah ± 6,1 juta km2. Dua pertiga bagiannya ± 4,2 km2. Dan bilamana diperhitungkan dengan “Zona Economy Exclusive” maka tanggung jawab pengelolaan kelautan kita masih ditambah 200 mile laut (± 325 km) diperhitungkan dari posisi pulau-pulau di garis lingkaran terluar wilayah Indonesia. Dunia pun mencatat Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan total luas mencapai 1.904.556 kilometer persegi dan 18.160 pulau di dalamnya.

III. Deklarasi Djuanda

Deklarasi Djuanda adalah pernyataan kepada dunia, bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia, menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Deklarasi itu dicetuskan pada 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia waktu itu, Djuanda Kartawidjaja.

Sebelum lahirnya Deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda itu, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya, dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Karena itu, kapal asing bisa dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State), sehingga laut-laut antar pulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia, dan bukan kawasan bebas.

Deklarasi itu mendapat tentangan dari beberapa negara, namun pemerintah Indonesia meresmikan deklarasi itu menjadi UU No. 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Sejak itu, luas wilayah Indonesia pun bertambah 2,5 kali lipat dari 2.027.087 kilometer persegi, menjadi 5.193.250 kilometer persegi, dengan pengecualian Irian Jaya yang waktu itu belum diakui secara internasional sebagai wilayah Indonesia.

Akhirnya, pada tahun 1982, Deklarasi Djuanda dapat diterima dunia internasional, dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Tiga tahun kemudian, deklarasi tersebut dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982, bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.

Pada tahun 1999, Presiden Soeharto menetapkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Penetapan hari itu dipertegas dengan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional.

IV. Wilayah Kekuasaan

1.      Batas Darat
Setiap negara berwenang untuk menetapkan batas terluar wilayahnya. Negara Kesatuan Republik Indonesia berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara tetangga. Di darat, Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan dengan Timor-Leste. Sedangkan dilaut, Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipin, Palau, Papua Niugini, Ausralia dan Timor-Leste.

2. Batas Laut

     1. Ordonansi 1939

Wilayah Indonesia terpecah-pecah dengan kebijakan bahwa laut adalah milik internasional. Laut menjadi pemisah bagi pulau-pulau di Indonesia. Wilayah Indonesia adalah pulau-pulau serta laut yang berjarak 3 mil sekeliling pulau.

 2.Deklarasi Juanda 1959

Laut teritorial adalah laut di antara pulau serta laut berjarak 12 mil mengarah ke luar. Kebijakan 3 mil diganti menjadi 12 mil pada kebijakan ini. Indonesia menjadi satu kesatuan yang utuh.

2.  UNCLOS (United Nation Convention on the Law of the Sea)1982

Pada keputusan hukum internasional ini ditetapkan batas ZEE wilayah Indonesia, yakni 200 mil. Wilayah ini bukan wilayah teritorial, tetapi Indonesia memiliki kesempatan yang pertama untuk memanfaatkan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Batas Udara
Batas ruang udara Indonesia diukur dengan menarik garis dari pusat bumi menyinggung batas wilayah laut Indonesia. Begitu pula dengan batas ruang antariksa Indonesia dan GSO (Geo Stationery Unit).


V. Wilayah NKRI

Negara Kesatuan Republik  Indonesia  sebagai  negara  kepulauan  yang  berciri nusantara  mempunyai  kedaulatan  atas  wilayah  serta  memiliki  hak-hak berdaulat  di  luar  wilayah  kedaulatannya  untuk  dikelola  dan  dimanfaatkan sebesar-besarnya  bagi  kemakmuran  rakyat  Indonesia  sebagaimana diamanatkan  dalam  pembukaan  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945  Pasal  25A mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik  Indonesia adalah  sebuah negara  kepulauan  yang  berciri  Nusantara  dengan  wilayah  yang  batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Bahwa wilayah negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menganut sistem:

a.  pengaturan  suatu  Pemerintahan  negara  Indonesia  yang  melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
b.  pemanfaatan bumi, air, dan udara  serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
c.  desentralisasi  pemerintahan  kepada  daerah-daerah  besar  dan  kecil  yang bersifat otonom dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
d.  kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

VI. Batas Wilayah NKRI

UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara menyebut batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia meliputi:

a.  di darat berbatas dengan Wilayah Negara Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste.
b.  di  laut  berbatas  dengan Wilayah  Negara  Malaysia,  Papua Nugini, Singapura, dan Timor Leste, dan
c.  di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut,  dan  batasnya  dengan  angkasa  luar  ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional.

 Batas Wilayah  Negara  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1), termasuk  titik-titik  koordinatnya  ditetapkan  berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral.

 Dalam  hal  Wilayah  Negara  tidak  berbatasan  dengan  negara lain,  Indonesia  menetapkan  Batas  Wilayah  Negara  secara unilateral  berdasarkan  peraturan  perundang-undangan  dan hukum internasional.

Batas Wilayah Yurisdiksi

Wilayah  Yurisdiksi  adalah  wilayah  di  luar  Wilayah  Negara yang  terdiri  atas Zona Ekonomi Eksklusif,  Landas Kontinen, dan  Zona  Tambahan  di  mana  negara  memiliki  hak-hak berdaulat  dan  kewenangan  tertentu  lainnya  sebagaimana diatur  dalam  peraturan  perundang-undangan  dan  hukum internasional.

Pasal 8 UU No 23 tahun 2008 berbunyi:

(1) Wilayah  Yurisdiksi  Indonesia  berbatas  dengan  wilayah yurisdiksi  Australia,  Filipina,  India,  Malaysia,  Papua  Nugini, Palau, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam.
(2) Batas Wilayah Yurisdiksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk  titik-titik  koordinatnya  ditetapkan  berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral.
(3) Dalam hal Wilayah Yurisdiksi tidak berbatasan dengan negara lain,  Indonesia  menetapkan  Batas  Wilayah  Yurisdiksinya secara  unilateral  berdasarkan  ketentuan  peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.



Sabtu, 04 Mei 2013

SEMINAR KEHARMONISAN KONFUSIANISME DAN KOMUNISME DI RRT


Pembicara : Tuty Enoch Muas


ABSTRAK

Ø  Retorika ‘masyarakat sosialis yang harmonis’ dan ‘dunia yang harmonis’ yang secara resmi dikumandangkan Hu Jintao/RRT sejak kongres PKT ke 17 tahun 2007, dapat ditunjuk sebagai penegasan terjadinya keharmonisan antara Komunisme dan Konfusianisme.“Bagaimana Konfusianisme & Komunisme bisa mencapai keharmonisan?” itulah  pokok bahasan paparan ini. Analisis melalui pendekatan historis menunjukkan bahwa,  kesamaan doktrin yang memposisikan negara sebagai pusat kekuasaan/kedaulatan, dan adanya kebutuhan untuk mengedepankan keunggulan budaya Tiongkok  secara internal dan eksternal, telah memungkinkan munculnya keharmonisan tersebut.
Ø  Kata kunci : Keharmonisan, Konfusianisme, Komunisme, pusat kedaulatan, keunggulan budaya.

PENDAHULUAN

Ø  Kemajuan pesat RRT di segala bidang membawa pula berbagai dampak negatif  dalam kehidupan masyarakat yang harus diantisipasi dengan cermat.
Ø  Penanganan masalah sosial tak bisa terlepas dari aspek budaya, Konfusianisme sebagai akar budaya Tiongkok mendapatkan momentum untuk kembali berkembang. 
Ø  Beberapa sebutan yang mengacu pada Konfusianisme dalam bahasa Mandarin adalah  Rujiao (儒教) – Rujia ( 家)- Ruxue (儒学) - Kongjiao (孔教) atau Ru (儒)saja.
Ø  Pada dasarnya Konfusianisme adalah ‘doktrin’ tentang etika dan moralitas kemanusiaan  untuk tercapainya kehidupan bermasyarakat yang harmonis   à dijabarkan dalam kitab Sishu Wujing  ( 书五经).
Ø  Etika Konfusianis secara integral juga mencakup aspek religius, politik, pendidikan, psikologi, dan metafisik.

Beberapa Catatan Historis

      Xin Zhongyao : “Konfusianisme merupakan sebuah aliran pemikiran dan ideologi ortodox yang telah berfungsi secara dogmatis dan dinamis selama ribuan tahun.“ à ‘dogmatis’ ketika berfungsi untuk melanggengkan/memperkuat kekuasaan ; ‘dinamis’ ketika menunjukkan kemampuan untuk mengadaptasi lingkungan/ide-ide yang berbeda.
      Secara historis pada akhir abad ke 19, kaum liberal maupun komunis menyebut Konfusianisme sebagai penyebab keterbelakangan dan ketidakmampuan bangsa Tiongkok dalam mengantisipasi  modernisasi / Barat à wu lun sebagai sumber berkembangnya feodalisme.
      Komunisme lahir dan berkembang di awal abad ke 19 sebagai reaksi/koreksi  terhadap  kapitalisme ,menentang akumulasi modal pada individu, dan menekankan pentingnya ‘perjuangan klas’ untuk tercapainya masyarakat Sosialis – Komunis.
      Sejak Era Gerakan 4 Mei 1919, berkembang di Tiongkok sebagai pemikiran alternatif yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik.
      Dalam praktiknya (terutama di era Mao Zedong), kepemimpinan PKC cenderung menunjukkan “perilaku dan ingin diperlakukan sebagaimana kaisar/penguasa di era kedinastian”.

Antara Konfusianisme dan Komunisme

      Doktrin Konfusianis tentang wu lun, zheng ming dan wu chang.
ü  Wu lun mengatur etika hubungan antara, pimpinan –bawahan, ayah-anak, suami-istri, kakak-adik, sesama teman.
ü  Zheng ming, nama/sebutan yang tepat ; segala sesuatu harus menempatkan atau ditempatkan sesuai nama/sebutan, posisi, ataupun predikat, yang melekat padanya.
ü  Wu chang ,  lima sifat kekal/mulia (ren, yi, li, zhi, xin – cinta kasih, adil, pantas, bijaksana, dapat dipercaya).
Ø  Wulun dan zheng ming diindikasikan telah melahirkan ‘hirarki sosial’  yang memberi hak lebih kepada pemegang kekuasaan , wu chang di satu sisi merupakan ‘pembatas’  kekuasaan itu, namun di sisi lain dapat menjadi ‘sabuk pengaman’ yang membuat rakyat  terlena/tak berdaya à negara menjadi pusat kekuasaan/kedaulatan  ; rakyat  terbiasa mengabdi untuk negara à nasionalisme tinggi.
      Komunisme merupakan  gerakan  anti-kapitalisme; menggunakan  partai komunis sebagai alat pengambil alihan kekuasaan ; semua  direpresentasikan sebagai milik rakyat  à seluruh alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara agar kemakmuran rakyat dapat merata.
Ø   sama seperti Konfusianisme , Negara menjadi pusat kekuasaan / kedaulatan  à kedaulatan negara ≠ kedaulatan rakyat.
Ø  Nasionalisme tinggi dibarengi dengan sejarah yang mewariskan ‘mimpi besar untuk menjadi negara yang kuat’ (qiangguomeng) , membuat rakyat mudah terindimidasi untuk tunduk pada negara/penguasa.
Ø  Doktrin untuk mengutamakan harmoni & persatuan semakin memperkuat kecenderungan tersebut.

Di antara Kemajuan Fisik dan Moral

Ø  Dampak negatif dari kemajuan ‘fisik’  yang harus diantisipasi.
ü  Internal :  muncul berbagai masalah sosial/moral yang bersumber dari al. : melonggarnya ikatan keluarga ; persaingan antar individu yang semakin ketat ; kesenjangan yang semakin lebar ; munculnya aspirasi baru yang bukan hanya terkait ‘materi’.
ü  Eksternal ;  muncul citra sebagai “ancaman” ; konflik kepentingan & sengketa wilayah membuat kebijakan luar negeri RRT yang ‘low profile’ (taoguang yanghui) tidak selalu efektif.
Ø  Diperlukan ‘keunggulan’ baru yang mampu menjawab semua tantangan tersebut à “keunggulan budaya/peradaban” .

Menuju Harmonisasi
Ø  Sejak akhir tahun 1980-an mulai ada upaya revitalisasi nilai-nilai budaya Tiongkok ; Konfusianisme, khususnya dalam upaya mengantisipasai ‘westernisasi’ à pasca 1989 ‘perang’ terhadap ‘evolusi damai’ ; 2001  ‘Rencana implementasi program pembangunan moral rakyat’ (公民道德建设实) ; 2002 bangkit dengan damai”和平崛起), “berkembang dengan damai” (和平展); 2006 ditetapkan ‘Rencana pengembangan budaya ’ yg merupakan bagian dari Pelita ke 11 (国家十一五期文化要)à 2007 “dunia yang harmonis” (世界).
Ø  Dua motivasi pemerintah : Konfusianisme sebagai ‘perekat’ masyarakat yang dapat melegitimasi rejim ; Konfusianisme sebagai ‘antidot’ budaya dalam menghadapi ‘westernisasi’.
Ø  Kuatnya kewaspadaan masyarakat terhadap  ‘westernisasi’, dan politik kebudayaan yang dibarengi dengan propaganda budaya tradisional melalui pendidikan,  menyebabkan jalannya kebijakan pemerintah terlihat lebih terdorong oleh dinamika masyarakat ; bukan sebuah kebijakan yang ‘top-down.

Penutup

ü  Konfusianisme yang dapat berfungsi secara dogmatis dan dinamis memberi peluang bagi munculnya keharmonisan dengan komunisme.
ü  Komunisme  secara sengaja dan tidak sengaja telah mengefektifkan peluang tersebut.
ü  Ingatan kuat masyarakat atas  keunggulan sejarah dan budaya Tiongkok yang terus berkesinambungan memudahkan ‘revitalisasi’ à keharmonisan.
ü  Kemunculan RRT dengan revitalisasi budaya / peradabannya dapat menjadi bentuk alternatif yang berbeda dari yang ditawarkan ‘Barat’ (ekopolsosbud).
ü  Dapat membuka peluang munculnya hubungan tributer dengan pendekatan/gaya baru.